Judulnya memang O. Saya langsung mengernyitkan dahi saat
pertama baca judul novel ini. Sesederhana ini judulnya, yaitu O.
Pertama kali membaca karya Eka Kurniawan (EK) ya novel O ini.Awal membaca buku
ini, saya jadi pening, mual *maaf (terutama tentang detail hewan), geregetan
dengan kisah yang belum kelar tapi beralih pada kisah lain.
Saya nyaris akan menghentikan membaca O, tetapi ternyata saya semakin penasaran
sehingga lembar demi lembar saya lalui dan tiba di bab terakhir membuat saya
sayang untuk menyudahi. Secara keseluruhan novel ini apik dan
filosofis.
Jujur saja, gara-gara membaca O, saya masih sering berfikiran yang tidak-tidak
terhadap hewan. Bagaimana tidak, novel O menurut saya terlalu detail
menggambarkan perasaan dan pikiran hewan. Sampai bikin saya merinding sendiri,
apalagi di rumah sedang ada peliharaan kura-kura. Kadang ada kucing lewat pun
tiba-tiba saya kepikiran, jangan-jangan si kucing lagi merencanakan sesuatu,
mau menyerang manusia (jangan-jangan mau menyerang saya yang di dekatnya). lol
Mengapa saya mengatakan novel O ini filosofis? Ceritanya menggambarkan keadaan
masyarakat saat ini. Misalnya ada burung kakak tua yang dianggap mengganggu,
karena burung tersebut sering mengingatkan untuk ibadah. Sama seperti keadaan
masyarakat saat ini. Pihak yang mengajak kebaikan seringkali malah tidak
disukai orang lain.
Kalau kata adik saya, novel O ini seperti Animal
Farm, memanusiakan hewan, menghewankan manusia. Saya sendiri belum pernah
membaca Animal Farm (menjadi waiting list bacaan
saya).
Saya suka geli tertawa melihat tingkah O. O yang berperasaan
sangat halus dan penyayang. Oh ya, satu lagi O sangat setia. Disaat dia sudah
payah, dia selalu ingat pada tujuannya, yaitu ingin menjadi manusia menyusul
Entang Kosasih, si kekasihnya. Bahkan di satu cerita, Betalumur suka menyiksa
O, O tidak balik menyerang juragannya, dia hanya diam dan berkaca-kaca. Duh,
O, kamu kok sabar sekali!
Kesan akhir saya, novel O tak sesederhana judulnya.Good job! Saya rasa,
saya akan mulai membaca karya EK yang lain.
Pertama kali membaca karya Eka Kurniawan (EK) ya novel O ini.Awal membaca buku ini, saya jadi pening, mual *maaf (terutama tentang detail hewan), geregetan dengan kisah yang belum kelar tapi beralih pada kisah lain.
Saya nyaris akan menghentikan membaca O, tetapi ternyata saya semakin penasaran sehingga lembar demi lembar saya lalui dan tiba di bab terakhir membuat saya sayang untuk menyudahi. Secara keseluruhan novel ini apik dan filosofis.
Jujur saja, gara-gara membaca O, saya masih sering berfikiran yang tidak-tidak terhadap hewan. Bagaimana tidak, novel O menurut saya terlalu detail menggambarkan perasaan dan pikiran hewan. Sampai bikin saya merinding sendiri, apalagi di rumah sedang ada peliharaan kura-kura. Kadang ada kucing lewat pun tiba-tiba saya kepikiran, jangan-jangan si kucing lagi merencanakan sesuatu, mau menyerang manusia (jangan-jangan mau menyerang saya yang di dekatnya). lol
Mengapa saya mengatakan novel O ini filosofis? Ceritanya menggambarkan keadaan masyarakat saat ini. Misalnya ada burung kakak tua yang dianggap mengganggu, karena burung tersebut sering mengingatkan untuk ibadah. Sama seperti keadaan masyarakat saat ini. Pihak yang mengajak kebaikan seringkali malah tidak disukai orang lain.
Kesan akhir saya, novel O tak sesederhana judulnya.Good job! Saya rasa, saya akan mulai membaca karya EK yang lain.
Comments
Post a Comment