Skip to main content

Dibalik Judul Tugas Akhir

Saya berjanji pada diri saya sendiri untuk segera menuliskan ini setelah tugas akhir rampung. Topik tesis ini sangat jauh dari topik skripsi saya. Agak jauh juga dari konsentrasi jurusan yang saya ambil, tapi masih ada hubungannya, kok. Topik tesis saya tentang leadership.

Hmm...entah anda akan menilai saya seperti apa. Saya menuturkan ini dari kacamata saya dan tentunya beberapa teman merasakan hal yang sama.

Dulu, saat saya memutuskan resign dari tempat kerja pertama, saya terpikirkan untuk mengambil topik penelitian tentang kepemimpinan.
Saat itu saya mulai sering membandingkan tentang kepemimpinan di kantor cabang saya yang lama, dengan yang baru.
Jujur saja, salah satu alasan saya resign adalah karena pimpinannya (bukan alasan yang paling utama dan urgent sih). Saya berpikir mungkin karena ini cabang baru makanya pimpinannya bertindak seperti itu. Tapi, saya berpikir lagi, bukannya ini cabang baru, pimpinannya harus ekstra kerja keras dong untuk membangun cabang. Bukan hanya tugas mereka-mereka saja sih, butuh peranan karyawan juga. Nah, bagaimana cara mereka menggerakkan karyawannya untuk memenuhi tujuan perusahaan?
Tetapi yang saya rasakan saat itu pimpinan tidak saling akur dan saling kompor *curhat dimulai.

Ada beberapa sikap (sebagian besar sikap lebih tepatnya) yang belum bisa saya teladani dari beliau-beliau. Saya membandingkannya dengan pimpinan di kantor cabang lama yang saling mendukung, sinergi, dan kerja samanya yang baik.
Kantor tempat saya bekerja dahulu kala, dipimpin seorang pimpinan cabang, dimana dalam bekerja dibantu oleh manajer operasional dan manajer bisnis. Saat itu saya berada di divisi operasional. Saya masih ingat betul, manajer operasional di kantor cabang lama, mau menunggu saya menyelesaikan pekerjaan hingga diatas jam pulang, dan tentunya ada officer operational yang juga selalu ikut menunggu saya juga kalau kerjaan belum beres. Mereka juga menawarkan bantuan jika saya ada kesulitan. Bahkan, pak manajer selalu menawarkan diri untuk ikut mengisi ATM ketika petugasnya sedang ada tugas lain yang urgent. Tidak hanya itu, morning briefing setiap seminggu sekali dilakukan bersama-sama seluruh kantor untuk sharing apapun.

Lha, di kantor cabang baru (tetap masih di divisi operasional), boro-boro mau menunggu kami lembur, yang ada pulang duluan sebelum jam resmi pulang kantor. Keesokan harinya tinggal marah (dan tidak memberikan solusi) kalau ada salah satu dari kami yang belum menyelesaikan pekerjaan kemarin. Kebetulan juga, karena masih cabang baru yang personelnya belum begitu banyak, saya merangkap menjadi petugas pengisi ATM (untungnya mesin ATMnya baru 1 buah, di depan kantor pula). Nah, pak manajer ini yang ada cuma nanyain saya, "udah selesai isi ATM nya?", disaat aktivitas tersebut sudah selesai dilakukan.
Petuahnya waktu morning briefing sih bermanfaat, tapi entah kenapa saya tidak termotivasi. Yang ada saya dongkol sendiri karena ucapannya tidak sesuai dengan yang dicontohkannya sehari-hari. Saya jadi sering berpikir, mungkin pak manajer ini syok karena berada di cabang baru yang memulai segalanya dari nol. Tetapi, bukannya ini kesempatan beliau untuk show ke kantor pusat bahwa beliau bisa handle masalah di kantor cabang baru yang permasalahannya mati satu tumbuh seribu *karena beliau ingin ditempatkan di kantor pusat. Entahlah, saat itu saya merasa kehilangan panutan. Bahkan, saat pimpinan cabang mengajak untuk morning briefing bersama, beliau memilih untuk morning briefing sendiri bersama tim operasional.

Nah, itu sekelumit cerita pengalaman saat bekerja di perusahaan yang sama, tetapi beda cabang. Mohon maaf kalau ceritanya terkesan menyudutkan dan subyektif. Kembali lagi di awal, kalau cerita ini dari kacamata saya pribadi.

Saat saya resign dan kembali memasuki dunia perkuliahan, saya dihadapkan tugas akhir, yaitu tesis. Sebelum saya mengajukan judul ini kepada kaprodi, judul awal saya tidak disetujui beliau. Saat itu saya menemukan sebuah artikel jurnal tentang turnover karyawan di sebuah perusahaan. Penelitian dari PwC (pricewaterhousecooper) tahun 2014 juga menunjukkan salah satu alasan karyawan keluar dari pekerjaan adalah karena pimpinannya (alasan ini bukan alasan utama, tetapi menjadi salah satu alasan lainnya selain karena mencari upah yang lebih tinggi). Berangkat dari pengalaman pribadi dan menemukan artikel jurnal yang mendukung serta hasil penelitiannya PwC, akhirnya saya mengajukan lagi judul ini kepada kaprodi. Alhamdulillah saat itu langsung diterima tanpa ada diskusi panjang seperti pada pengajuan judul pertama. Jadi, pada intinya tesis saya membahas ada pengaruh nggak sih kepemimpinan kepada kepuasan kerja, komitmen, dan loyalitas. Bagaimana kepemimpinan itu mempengaruhi ketiga variabel lainnya tersebut.

Selain itu, saya rasa, kantor adalah rumah kedua karyawan. Mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di kantor. Tentu saja mereka akan mengalami suka duka didalamnya. Nah, peran si pimpinan tidak bisa diacuhkan dong, karena dia yang mengatur karyawannya. Saya rasa karyawan saat ini (tidak semuanya) berpikiran bahwa 'perusahaan sudah menggaji saya, maka saya akan bekerja'. Lebih dari itu, karyawan adalah manusia yang perlu dimanusiakan juga. Karyawan bukan mesin. Karyawan juga ingin didengar pendapatnya. Karyawan juga butuh mengembangkan kemampuan dirinya. Karyawan juga membutuhkan panutan yang tepat. Bagaimana bisa tujuan perusahaan tercapai jika karyawannya banyak yang tidak puas, tidak berkomitmen, tidak loyal. Ingat, rekrutmen juga membutuhkan biaya. Kalau turnover karyawan tinggi, perusahaan butuh waktu dan biaya lagi untuk merekrut orang baru. Belum lagi ada faktor kerahasiaan kantor yang sudah diketahui karyawan yang keluar tersebut. Hal ini akan terasa juga pada bank yang kehilangan karyawan marketing-nya. Apalagi marketing bagian funding yan sudah memiliki nasabah besar. Biasanya kemanapun dia pergi, nasabahnya yang sudah loyal akan ikut juga kemanapun si marketing ini pindah.

Berdasarkan hasil jawaban dari pertanyaan terbuka di kuesioner saya, sebagian besar karyawan di instansi tempat saya penelitian mengatakan bahwa mereka bisa meneladani pimpinannya tidak hanya dari perilaku sehari-hari pimpinannya, tetapi juga dari cerita dan sharing pimpinan tentang permasalahan yang dulu dia hadapi, dan bisa dijadikan jawaban permasalahan karyawannya saat ini. Kembali lagi, hasil penelitian saya belum bisa sepenuhnya digeneralisasi karena ini dilakukan di beberapa tempat. Hasilnya bisa saja berbeda jika dilakuka di instansi lain atau pada instansi yang sama tetapi beda wilayah.

Dari hal-hal tersebut, saya berpikir bahwa peran pemimpin tidak bisa diabaikan. Apalagi generasi Y sekarang ini yang energik dan kebanyakan bukan tipe yang 'manut-manut wae'. Oleh karena itu, topik tentang leadership ini masih bisa dieksplorasi lagi.

Lega karena tugas akhir ini sudah selesai, tetapi sedih juga sih. Moving forward wae lha :)

Sekian cerita saya,
Hati-hati dijalan untuk semuanya yang sedang perjalanan mudik.
Semoga kita jadi pribadi yang lebih baik dari hari kemarin.
Jangan lupa senyum hari ini :)
*terinspirasi dari manji

Comments

Popular posts from this blog

Perjalanan PCPM BI 2016 (PCPM 32)

September 2016 Beberapa grup mulai bertebaran informasi adanya rekrutmen BI ini. Entah kenapa saat hari pertama dibukanya lowongan PCPM ini saya langsung daftar, padahal biasanya saya daftar pada hari kesekian. Begitu daftar waah saya dapat nomor registrasi udah ratusan aja. Wajar aja sih, BI masih menjadi idola, tak heran yang registrasi hingga 86rb sekian (info dari pihak PPM saat seleksi potensi dasar. Berikut timeline yang saya capture dari website PPM. Alhamdulillah lolos dari seleksi administrasi. Saya mendapat jadwal untuk mengikuti seleksi potensi dasar pada hari Sabtu tanggal 24 September 2016, shift 2 (pukul 11.00). Tanggal tersebut bertepatan dengan jadwal wisuda. Saya telepon pihak PPM untuk reschedule  pada hari berikutnya yaitu Minggu. Alhamdulillah diizinkan dan saya disuruh datang pagian jam 6.30 (karena saya meminta ikut shift 1 hari tersebut). Waktu itu saya udah pasrah banget, kalau dikasih izin ikut tes hari berikutnya ya Alhamdulillah ...

Welcome to the Jungle [2 of 2]

Mood nge-blog sedang baik. Jadi lumayan deh, nambah postingan. Masih seputar "Welcome to the Jungle". Kalau dilihat dari kondisi sekarang, kalau saya gak bersyukur, rasanya saya kebangetan sekali. kalau diitung dari masa selesai wisuda, Alhamdulillah, saya nganggur sekitar 2 bulanan, lalu dapat pekerjaan nan jauh disana *alay Kata Dahlan Iskan " Setiap Orang Punya  Jatah  Gagal,  Habiskan Jatah Gagalmu  ketika Kamu masih Muda" Err...sebenernya saya tau quote ini bukan dari baca atau liat sendirinya, tapi denger dari salah seorang teman. Kalau dihitung, Saya mengirim CV ke berbagai perusahaan udah lebih dari 60. Serius lho!! gara-gara quote itu sih, gagal tes disini, saya kirim lamaran lagi ke perusahaan yang lain. Gagal ditahap interview, saya kirim lamaran lagi ke perusahaan lain. Udah psikotes, udah interview, trus gak ada kabar sama sekali, rasanya itu... T.T Memang sih, gak semua perusahaan gak ngasih kabar, ada beberapa perusahaan yang mengirim s...

First Salary

Alhamdulillah, I got my fisrt salary last month ago. How's your feeling when received your 1st salary? Happy? Sad? Nothing special? Then, what about me? I felt nothing special. Err, it seems I'm an arrogant ones, I don't give thanks to Allah because of His sustenance. But, it's not like that >.< Somehow, I ever imagine that I will be so happy when I get my 1st salary. I make some promise to myself that. One of them: if I get my 1st salary I'll treat my parent and my sister. Alhamdulillah, I could keep my promise :) The reality, I felt nothing special T.T I mean, the happiness that I've ever Imagined before isn't same now. Today, I go back to this city again. Continue my life in here for a while *amiiin. And my curiosity about my future appear again. But, I got something after watched YOT last saturday. It's about backup plan. They said, you are crazy if you leave your job now without backup plan. I start to make some backup plans today. I'...