Dulu saya pernah baca salah satu tulisan Pak Andi (madeandi.com) tentang mengupas mangga merupakan softskill yang tak pernah salah untuk dikuasai. Beliau mengajarkan putrinya suatu standard tertentu untuk mengupas mangga, yang tentunya ibu saya juga mempunyai standard tersendiri untuk mengupas mangga dan buah lainnya. Pak Andi akan merasa sangat malu jika putrinya tidak bisa mengupas mangga, begitu juga dengan ibuk saya, yang akan sangat malu jika putrinya tidak bisa lihai memegang pisau dapur.
Kali ini saya bercerita tentang standard ibu saya dalam mencuci piring.
Namanya juga anak, dulu saya sering banget menghindari pekerjaan rumah yang disuruh ibuk ngerjain. Kata beliau sebagai anak wedok harus bisa bahkan piawai untuk mengurus rumah. Dulu saya kadang berkelit, "nanti aku punya pembantu kok". Ibuk menimpali bahwa namanya hidup itu nggak mesti enak, yang namanya anak wedok tetaplah harus bisa urusan rumah tangga, apapun profesinya kelak.
Dulu di rumah sempat ada 'mbak' yang tiap dua hari sekali datang ke rumah untu beberes. Nyuci baju, seterika, nyapu, ngepel, ngelap apapun yang berdebu, dan kalau ada cucian piring juga pastinya dicuci sama mbak. Karena ada masalah internal dikeluarga si mbak, akhirnya mbak ini pulang ke kampung halamannya, padahal mbak ini berat meninggalkan Sidoarjo. Setalah itu ibuk tidak mau lagi punya pembantu karena belum tentu bisa dipercaya. Mbak yang itu sudah sangat dipercaya sama ibuk dan Alhamdulillah juga bisa dipercaya banget, bahkan sudah tahu tempat biasanya kita meletakkan kunci, sehingga kalau tidak orang di rumah, si mbak ini bisa langsung beberes.
Kembali ke topik standard mencuci piring. Saya masih ingat, sebelum saya diterjunkan langsung dalam urusan cuci mencuci piring, saya diajarkan terlebih dahulu menata piring, gelas, mangkuk, panci, dkk yang baru saja dicuci. Di rumah, ada dua rak piring yang berbeda. Yang satu terletak dekat tenpat cuci piring, setelah kering baru dipindah ke rak satunya lagi untuk menyimpan yang sudah kering.
Ibuk selalu bilang kalau beliau lagi 'kerja' (cuci piring, cuci baju, seterika, dll), saya harus memerhatikan, dimana hal tersebut seringkali tidak saya perhatikan dengan baik. Dahulu saya selalu buru-buru balik ke rutinitas (padahal ya cuma nonton tv, baca komik, dengerin radio) setelah bantu ibuk (yang dulu selalu saya pikir saya ini kok disuruh-suruh terus).
Standard cuci mencuci barang pecah belah, ibuk selalu bilang harus mendahulukan sendok yang digosok (belum dibilas). Setelah itu baru piring, panci, cobek, dan lain-lainnya. Suatu ketika saya enak-enak menggosok sendok, ibuk langsung protes, "mesti gak diperhatikan kalau ibuk nyuci piring. Gelas harus dicuci dulu". "Lha, katanya sendok dulu, buk". "Nah kan, gak diperhatikan, kalau ada gelas ya gelas dulu yang dicuci". Iya, sepakem itu ibuk punya standard dalam nyuci piring dan kawan-kawannya itu, gaes :)
Alasannya adalah gelas relatif tidak terlalu kotor, jarang ada gelas yang kotorannya berat. Kotoran berat disini misalnya piring ada bekas kecap, saos, sambel, dll. Jadi standardnya adalah mencuci dimulai dari barang yang punya noda paling ringan. Gak harus sih gelas dulu, namun biasanya gelas lah yang punya noda paling ringan. Bayangkan aja habis nyuci piring dengan noda santan, bumbu rujak, sambel atau lainnya, terus digunakan untuk nyuci gelas. Bayangkan noda-noda itu ikut nempel digelas. Jadi ya itu tadi, gelas ataupun alat minum lainnya harus didahulukan.
Yang namanya nyuci, pasti ada wadah untuk tempat menuangkan sabun cuci dan sponge lunak serta keras (untuk nyuci yang berat-berat). Kalau nyuci dimulai dari barang dengan noda paling ringan, maka kita tidak akan sering-sering nyuci wadah beserta sponge. Kalau dimulai dari barang dengan noda berat, pasti ada bekas ataupun sisa-sisanya ya kan. Biasanya untuk pertama kali nyuci, pasti kita nuangkan banyak sabun. Hal ini akan mubadzir kalau dibuat nyuci dengan noda yang berat dulu, sabun masih banyak, tapi udah kotor, kan agak gimana gitu kalau dibuat nyuci berikutnya.
Jika dimulai dari noda yang ringan, relatif tidak meninggalkan bekas atau noda, jadi masih bisa digunakan nyuci barang berikutnya dengan noda yang lebih berat.
Standard lainnya yaitu untuk nyuci gelas dan piring, jangan menggunakan sabun terlalu banyak. Dikit-dikit aja dulu sponnya dikasih sabun. Biasanya ibuk akan mencium bau gelas yang sudah dicuci apakah bau sabun atau tidak. Kalau masih bau, maka akan dibilas ulang sampai nggak bau sabun lagu. Alasannya simpel, gelas kan untuk minum, kalau mau minum terus gelasnya bau sabun cuci piring kan jadinya nggak enak. Oke, betul juga ya gaes. Memang jam terbang tidak bisa dikalahkan.
Standard lainnya? Tenang, masih ada. Tapi standard ini lebih flexible. Di rumah belum menggunakan wastafel. jadi air mengalir dari keran di bawahnya ada bak plastik untuk wadah air yang akan digunakan bilas. Biasanya nih akan ada dua bak plastik berisi air penuh. Gelas, sendok, garpu, piring, dll yang sudah digosok pakai sabun, makan akan dibilas di bak pertama. Kemudian akan dibilas lagi di bak kedua. Setelah itu ditaruh pada rak pertama sebelum dipindahkan ke rak kedua jika sudah kering. Mengapa dibilas dua kali, karena dibilas tidak dalam kondisi air mengalir, jadi bak pertama rentan lebih cepet kotor kena minyak, bekas noda lainnya, jadi harus dibilas lagi.
Kalau hanya menggunakan satu bak, maka gerabah (gelas, sendok, garpu, piring, panci, dkk) akan diperciki air dari bak tersebut (dibilas tipis-tipis), baru deh sekiranya udah mendingan, dibilas (secara penuh) dengan memasukkan satu per satu gerabah ke bak. Hal ini untuk menjaga air di bak tidak cepat kena noda minyak dan noda lainnya.
Ibuk biasanya akan ngomel kalau air di bak yang sudah tercemar nida tidak dibuang. Jadi, kalau air di bak sudah tercemar ya langsung dibuang, dibilas (bahkan kadang si bak digosok dulu pake sabun kayak nyuci piring), isi air bersih lagi.
Nah, alasan adanya dua rak piring itu gini, jadi rak piring pertama berada dekat tempat nyuci piring. Bahasa jawanya adalah biar "atus" airnya, gerabah jadi kering. Kalau sudah kering baru dipindah ke rak kering yang berada di dalam dapur. Fyi, dapur dan tempat nyuci piring di rumah berada terpisah.
Beberapa gerabah yang terkena noda berat, misalnya panci setelah masak kare atau masakan yang berbumbu berat, maka gerabah akan direndam dulu dengan air. Tapi ibuk sangat tidak membiasakan dikit-dikit direndam, karena nanti katanya bikin males nyuci, jadi mendingan langsung dicuci deh segala macam gerabah itu.
Oh ya, kalau ada bekas misalnya duri ikan atau lainnya, jelas harus dipisahkan terlebih dahulu. Gerabah yang mau dicuci secara keseluruhan disiram dahulu agar lebih cepat terpisah dengan noda yang nempel. Selain itu, setelah nyuci, pastikan sudah keset (tidak licin) dan tidak bau amis. Kalau sudah keset artinya sudah tidak ada bekas sabun alias proses bilas sudah dilakukan dengan sempurna. Kalau masih bau amis ya cuci lagi, kasih sabun lagi, bilas lagi sampe keset.
Nah itu standard nyuci piring dan kawan-kawannya versi di rumah saya. Saya kira tiap rumah mempunyai standard sendiri-sendiri dengan alasannya masing-masing. Nanti akan saya ceritakan pula standard nyuci baju, mengepel lantai, mengelap kaca, dan life softskill lainnya. Saya sangat setuju dengan Pak Andi bahwa hal-hal seperti ini memang tidak ada salahnya untuk dikuasai. Kalau versi ibuk saya sih ini wajib banget dikuasai hehehe.
Sumber gambar: klik ini
Comments
Post a Comment