Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2014

Crystal Kay – Konna ni Chikaku de

Mungkin yang udah lihat anime Nodame Cantabile, sudah tidak asing lagi dengan lagu ini. Yap, ini salah satu soundtracknya. Udah lama suka lagu ini, bahkan pernah saya jadikan ringtone. Tapi, saya baru-baru ini aja iseng nyari arti liriknya. Kira-kira begini lirik dan artinya. Koi ga setsunai to Sugu soba de kizuita ano yoru Datte hoka no dare yori Anata no koto wo shitteru kara Itsumo no sarigenai Yasashisa sae kono mune wo shimetsuketeku Konna ni konna ni chikaku de mitsumete mo Doushite doushite tada no tomodachi na no? Donna ni donna ni tsuyoku omotte itemo Tsutaerarenai you don't understand I'm so in love with you "Genki nai yo ne?" to Anata kara iwareta shunkan Namida kakusu AKUBI de "Nebusoku ka na?" tte ii wake shita Ichiban taisetsu na Hito ni uso wo kasaneteku... ima no watashi Mainichi mainichi mune ga kurushii kara Ikutsumo ikutsumo nemurenu yoru wo koe Hajimete hajimete deatta ano hi ni mata Modoreru no nara ii no ni...

Katanya (2)

Katanya, dunia kerja itu kejam. Iyee, bener. Kejam banget. Ada yang beneran baik. Ada yang pura-pura baik. Ada yang tulus ngajarin. Ada yang pura-pura tulus. Ada yang baik di depan, di belakang nusuk. Ada yang rendah hati padahal ilmunya Subhanallah banget deh, udah membumbung tinggi. Eeh..ada yang belagu padahal juga ilmunya ya belum mumpuni *maaf. Ada yang jabatannya dirut aja bukan, tapi udah main suruh ini itu. Ada yang suka senggol menyenggol antar teman biar naik pangkat. Ada yang emang pinter terus naik pangkat, tapi nunggu 10 tahun dulu. Mungkin ada juga sih staf reguler yang gak nyampe 10 tahun naik pangkat. Makanya ikut ODP/MDP/MT dan sejenisnya biar cepet naik pangkat *lhoo? Serius, kalau mau cepet menduduki level manajemen ya ikut jalur-jalur itu. XD Ada yang apatis. Ada yang berjuang dan selalu nyemangati timnya karena pingin perusahaan 'tumbuh'. Naah, si pembangkit semangat ini udah berkobar-kobar banget deh yaa, eeeh, seketika ada pihak lain yang jadi air bu

Simple Story From Bu Sri Kambing

Suatu hari, saya diajak bulek/tante wawancara didaerah Lombok Tengah. Bayangin BIL (bandara Internasional Lombok) aja jauh dari Mataram, apalagi ini belum tau persis tempatnya dimana, jadi lah kami berdua mengurungkan niat bawa mobil, disamping karena tidak tau medan, tidak tau entah nanti gangnya sempit mobil bisa masuk apa tidak, juga biar simple ketika nanya ke penduduk sekitar. Eeng iing eeng, tempatnya lebih jauh dari BIL, malah melewati BIL. Dulu, kalau lewat BIL bawaannya pingin pulang. Setelah nanya sana sini, akhirnya sampai ke rumah Bu Sri kambing ini.  Namanya Bu Sri, tapi terkenal dengan Bu Sri Kambing. Panggilan dengan embel-embel kambing didapat karena beliau berjuang untuk menghidupi anak-anaknya melalui ternak kambing. Suaminya seorang PNS yang gajinya tidak mencukupi kehidupan keluarganya. Pada suatu hari seorang anaknya memecah celengannya dan putra beliau dengan sangat sukarela membelikan uang tabungannya tersebut untuk membeli kambing. dari situlah bermula

KABUR KE PACITAN (2)

Episode 2 Kabur Ke Pacitan Siang hari yang semakin terik, sekitar pukul 13.00 kami melanjutkan ke Pantai berikutnya. Kami penasaran dengan Pantai Watu Karung. Perjalanan dimulai dengan suntikan semangat lagi. Tapiii, semakin kita jauh dari dari Klayar semakin sempit dan jelek (belum beraspal) jalan yang kita lewati, semakin berkelok-kelok plus naik turun dan kami merasanya nggak nyampai-nyampai tujuan. Sepanjang perjalanan nanya kebeberapa penduduk setempat. Mungkin kami nanya 7 aatau 8 orang dan semua menjawab udah deket mas, kira kira 1 km lagi. Wow, sekilo lagi, okee cuus lanjut. Hingga mobil rombongan belakang mungkin mulai lelah dan jenuh, mereka nawarin kita balik atau lanjut. Pada akhirnya kita sepakat lanjut karena sudah sejauh ini. Beny sang sopir pun tidak mau ketinggalan bertanya kepada penduduk setempat menggunakan bahasa Jawa yang usut punya usut dia salah pertanyaan ke bapak itu. Beny           : "Pak, mboten tangglet" (Pak, ndak tanya) Bapak         : Dia

KABUR KE PACITAN (1)

Haloo semua ^^ Pingin posting sesuatu tapi gak punya bahan, dan akhirnya saya memutuskan berbagi cerita sekelumit tentang Pacitan. Sebenernya kaburnya ini udah lama dan dilakukan bareng-bareng temen kantor. Jadi, waktu itu ada liburan kecepit karena ada event nasional. Pada mau pulang kok ya nanggung, tapi berdiam diri di Madiun juga bukan merupakan pilihan yang tepat. So, its time to explore Madiun dan sekitarnya. Pilihan jatuh ke PACITAN. Jauh sih sebenernya dari Madiun, tapi mumpung perjalanannya dimulai dari Madiun, jadi yuuk langsung kabuur. Dibandingin kalau perjalanannya dari Sidoarjo atau Surabaya hayoo, mending dari Madiun kan.hehehe. Sehari sebelumnya kita mulai browsing deh tempat mana yang bakalan kita kunjungi selama sehari di Pacitan. Estimasi sudah dirancang, realisasinya meleset ciiint *pake istilahnya pak OO kalau bikin estimasi dan realisasi Laba Rugi hahaha Fyi , per orang ngeluarin dana 50k untuk kabur ke Pacitan ini. Buat beli bensin sama makan disana. Alham

Katanya

Kata peribahasa, jadilah seperti padi, semakin berisi maka semakin menunduk. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Pada kenyataannya, saya pernah disuatu lingkungan yang tidak berfungsi lagi makna peribahasa itu. Yang ada harusnya ia sudah menjadi padi yang matang dan berisi, tapi kenyataan sebaliknya. Yang harusnya dilingkungan itu senang bersama, sedih bersama, eeh malah "itu urusanmu ya urusin sendiri". Ataukah saya yang terlalu idealis? Mungkin karena saya pernah dilingkungan dimana seperti padi yang semakin berisi ia semakin menunduk dan dimana berat sama dipikul ringan sama dijinjing, saya merasa di Indonesia masih ada kok orang-orang seperti itu dan saya pingin banget bisa seperti mereka. Kalau paham kenapa sih nggak mau ngasih tau? Kalau bisanya menuntut orang lain harus sempurna, tapi kenapa begitu dituntut balik hanya untuk membayar denda keterlambatan (contohnya) kagak mau? Bagaimana saya harus respect kepada anda kalau sikap anda sendiri menurut saya belum

Sawang Sinawang

Rumput tetangga tampak lebih hijau. Mungkin bukan saya saja yang pernah merasakan ini. Lihat si A dapet kerjaan mapan dan sesuai yang dia harapkan, trus bentar lagi nikah *eeey ini sirik banget saya hahaha. Si B juga gak kalah keren, dapat kerjaannya cepet bin mapan, tapi hobinya tetep bisa jalan, travelling kesana kemari, belanja apa aja yang dia mau * envy lagi. Si C terbang ke negara lain dapet beasiswa bergengsi *tetep envy , dan masih banyak contohnya lagi. Kok ya rasa-rasanya hidup saya penuh dengan ke- envy an. LOL. Begitu saya mendongak, wiiih, enak bener kehidupan si ini, si itu. Kemudian saya jadi meraba-raba diri sendiri, kok hidup saya gini-gini banget ya? Rasa-rasanya semuanya sudah mencapai apa yang mereka impikan, tapi saya masih disini-sini saja. Kalau ada yang mengalami kayak saya, hore banget ya, berarti saya gak sendirian XD Terkadang, apa yang kita lihat tak selamanya benar seperti itu. Ada yang menurut kita si D udah enak banget deh kehidupannya, tapi kita juga